Masyarakat Jawa mempunyai suatu wujud budaya berwujud kesenian yang adiluhung, yaitu wayang. Penyebutan nama wayang tersebut banyak sekali cerita atau pendapat yang ada di masyarakat Jawa. Ada yang mengatakan kata wayang berasal dari kerata basa (akronim) owah-owahaning tiyang, artinya hasil karya manusia atau lebih lengkapnya adalah sebuah hasil kerajinan manusia dalam berseni.
Wayang apabila
diucapkan dengan ragam bahasa krama maka akan berubah menjadi ringgit yang
menurut masyarakat berasal dari kerata
basa yaitu Sunan Giri sing nganggit
yang artinya Sunan Giri yang menciptakan (Sastroamidjojo, 1964: 20).
Menurut cerita
memang dalam sejarah bentuk wayang kulit yang sekarang merupakan kreasi Sunan
Kalijaga dengan arahan dari Sunan Giri. Bukti yang juga menunjukkan hal
tersebut adalah adanya tokoh Bathara Guru yang juga diberi nama Sang Hyang
Girinata yang artinya Sunan Giri yang menata.
Wayang jika
ditinjau dari segi sejarah masih menjadi perdebatan antar-peneliti. Mereka
belum mempunyai pendapat yang sama mengenai ini. Sastroamidjojo (1964: 16-18)
menjelaskan hal tersebut secara ringkas. Golongan yang pertama yaitu mereka
yang berpendapat bahwa wayang bukan berasal dari tanah Jawa yaitu Loebis yang
merujuk kepada beberapa pendapat antara lain sebagai berikut.
- Bowers menyatakan bahwa pergelaran wayang sudah ada sejak abad ke-1 masehi.
- Beals dan Hoyer menjelaskan bahwa bangsa Indonesia buka keturunan bangsa Melayu, melainkan campuran bangsa Mongoloid.
Golongan yang
kedua adalah mereka yang mempunyai pendapat bahwa wayang merupakan karya asli
bangsa Indonesia khususnya Jawa.
- Pryono mengatakan masyarakat Jawa sudah kebudayaan yang dapat dinilai sebagai ujung pangkal pergelaran wayang lengkap dengan gamelan dan nyanyiannya sejak dua ribu tahun yang lalu yaitu bahasa Sansekerta.
- Tagore menjelaskan bahwa pujangga bangsa India menyatakan bahwa pergelaran wayang yang ada di Indonesia berbeda dengan wayang di daerahnya.
- Hazeu menyatakan bahwa wayang kulit di zaman Kerajaan Majapahit telah mempengaruhi kebudayaan Kamboja.
Hal ini
kemungkinan disebabkan latar belakang ilmu yang mereka miliki yang digunakan
untuk meneliti wayang kulit. Bukti yang terbaru mengenai wayang kulit yaitu
UNESCO telah menetapkan wayang kulit sebagai karya agung budaya dunia (Masterpiece of the Oral and Intangible
Heritage of Humanity) yang berpusat di Indonesia pada 21 April 2004 yang
diwakili oleh Ki Manteb Soedharsono.
Wayang merupakan
suatu bentuk boneka yang terbuat dari bahan tertentu dengan memalui proses
kreatif. Penyebutan setiap wayang itu didasarkan pada bahan yang digunakan
untuk membuatnya, misalnya wayang kulit yaitu boneka wayang yang dibuat dari
kulit kerbau atau sapi dan wayang golek merupakan wayang yang berbentuk boneka
terbuat dari kayu yaitu dalam bahasa Jawa boneka dari kayu disebut golek.
Wayang kulit sendiri memiliki jenis yang baku. Menurut Sastroamidjojo (1964: 37), pada saat ini ada tiga jenis yaitu wayang purwa, wayang madya, dan wayang wusana.
- Wayang purwa adalah wayang kulit yang pertama pada zaman purba kala dengan lakon merujuk pada kitab Ramayana dan Mahabarata.
- Wayang madya merupakan wayang yang muncul di tengah-tengah wayang purwa dan wusana dengan mengambil lakon yang diawali pada saat Yudayana putra Parikesit sampai runtuhnya Kerajaan Sigaluh.
- Wayang wusana yaitu wayang kulit yang terakhir dengan mengambil lakon tentang sejarah Kerajaan Demak dan Pajang.
Bentuk wayang
kulit yang digunakan dalam pergelaran disebut dengan wanda. Menurut Soetarno (2005: 45), wanda wayang bisa dibedakan menjadi empat jenis, yaitu berdasarkan pathet, sabet, corekan, dan sanggit lakon.
Wayang ditempatkan dalam sebuah kotak yang terbuat dari kayu. Berbagai jenis wayang yang akan digunakan untuk pergelaran ada di dalamnya. Keadaan yang ada di masyarakat jumlah wayang di dalam kotak itu beraneka ragam dan tidak mutlak, namun rata-rata berjumlah dua ratus biji. (*)
No comments:
Post a Comment