Ki Manteb Soedharsono yang merupakan dalang kondang yang sudah dikenal di Indonesia, maupun di luar negeri. Menurut riwayat hidup Ki Manteb Soedharsono, beliau sudah menggeluti dunia pedalangan sejak kecil. Ki Manteb Soedharsono adalah anak dari keluarga seniman wayang kulit, yaitu ayahnya seorang dalang kondang bernama Ki Hardjo Brahim Hardjowiyono dan ibunya seorang pesinden dan niyaga. Kedua kakek Ki Manteb Soedharsono juga merupakan dalang kondang, yaitu Ki Djarot Hardjowiguno dari garis keturunan ayah dan Ki Gunawan Gunowihardjo dari garis keturunan ibu.
PERJUANGAN MENUJU POPULARITAS
Ki Manteb Soedharsono tidak mengandalkan bahwa dirinya adalah
anak seorang dalang dan hanya berlatih bersama ayahnya. Ki Manteb Soedharsono
sempat nyantrik (berguru) kepada
dalang-dalang terkenal, di antaranya Ki Narto Sabdo dan Ki Sudarman
Gondodarsono. Dasar menjadi cantrik
(siswa) adalah karena kekagumannya terhadap keterampilan atau pengetahuan
istimewa yang dimiliki oleh dalang tersebut yang diharapkan bisa dimilikinya
pula. Pada tahun 1978-1982 Ki Manteb Soedharsono nyantrik kepada Ki Narto Sabdo mengenai teknik menyimping wayang,
berlatih keprakan, menabuh ricikan gamelan, sanggit lakon, dan garap
gending. Ki Manteb Soedharsono juga nyantrik
kepada Ki Sudarman Gondodarsono dalam hal sabet
pada tahun 1974.
Pergelaran wayang kulit Ki Manteb Soedharsono mulai populer
pada awal tahun 1980-an. Kepopuleran Ki Manteb Soedharsono ini beriringan
dengan Ki Anom Suroto dan setelah meninggalnya Ki Narto Sabdo. Pada tahun 1990
kepopuleran Ki Manteb Soedharsono sudah melebihi Ki Anom Suroto, karena
keahlian Ki Manteb Soedharsono dalam menggerakkan wayang kulit (sabetan) dan menyisipkan humor (guyonan) dalam pergelaran wayang
kulitnya. Ki Manteb Soedharsono tidak selalu terikat pada bentuk pergelaran
wayang kulit klasik, namun juga mengembangkan bentuk pergelaran wayang kulit garapan semalam dan pakeliran padat.
Dalam pergelaran wayang kulitnya, Ki Manteb Soedharsono
banyak memasukkan inovasi, di antaranya (1) penggunaan blencong yang berwarna-warni, (2) memadukan gamelan dengan
peralatan musik modern misalnya triangle, terompet, dan efek musik, (3)
mengemas pergelaran wayang kulitnya dengan perpaduan budaya daerah lain
misalnya gaya pedalangan wayang kulit Yogyakarta dan Banyumas, musik
Banyuwangi, Sunda, maupun keroncong, serta (4) penggunaan berbagai bentuk
wayang kulit.
PRESTASI KI MANTEB SOEDHARSONO
Ki Manteb Soedharsono adalah sosok yang gigih, terampil,
kreatif, dan inovatif, sehingga dirinya dikenal oleh masyarakat sebagai dalang kondhang dan mendapatkan berbagai
penghargaan. Prestasi yang sudah diraih oleh Ki Manteb Soedharsono tidak
hanya dalam seni pedalangan, namun juga dalam bidang yang lain. Ki Manteb
Soedharsono telah meraih penghargaan di bidang seni pedalangan sebagai berikut
- Menerima Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Soeharto pada tahun 1995
- Mewakili dalang Indonesia mendapatkan UNESCO Award di Perancis
pada tahun 2004
- Memecahkan rekor MURI dengan mendalang selama 24 jam 28 menit
pada tahun 2004
- Menerima penghargaan Sang Maestro dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2009,
- Menerima penghargaan Nikkei
Asia Price di Jepang pada tahun 2010.
Prestasi yang diraih oleh Ki Manteb Soedharsono di luar seni
pedalangan, antara lain bidang pendidikan dengan mendirikan Sekolah Menengah
Atas Bung Karno pada tahun 1999, bidang agama dengan mendirikan Masjid Sujud di
Desa Karangpandan Kabupaten Karanganyar, dan membangun jalan raya dari
Tawangmangu ke Desa Karangpandan dengan aspal.
GAYA PEDALANGAN
Gaya pedalangan dan ciri khas Ki Manteb Soedharsono dalam
pergelaran wayang kulit yang dipentaskan, yaitu memadukan gaya Surakarta dan
Yogyakarta. Beberapa struktur pergelaran gaya Surakarta dan Yogyakarta
menunjukkan perbedaan, antara lain gaya Surakarta memiliki adegan perang yang
bisa terus-menerus, sedangkan gaya Yogyakarta memiliki adegan jejeran yang bisa terus-menerus, dan
gaya Yogyakarta harus ada adegan gara-gara,
sedangkan gaya Surakarta harus ada adegan perang
kembang.
Gaya pedalangan Ki Manteb Soedharsono dilakukan mirip dengan pakeliran yang telah diterapkan oleh gurunya, yaitu Ki Narto Sabdo pada tahun 1980-an. Keterpaduan gaya Surakarta dan Yogyakarta itu dapat dicermati dalam adegan gara-gara yang menggunakan adegan gaya pedalangan Mataraman lengkap. Pakeliran tersebut merupakan inovasi dalam pergelaran wayang kulit, sehingga bisa memadukan kedua gaya pedalangan yang dipandang saling bersaing. Ki Manteb Soedharsono juga terkenal dengan dalang sabet yang terampil menggerakkan wayang, sehingga oleh penggemarnya diberi sebutan dalang setan. (*)
No comments:
Post a Comment